Bagi penutur bahasa Indonesia, mungkin istilah infleksi tidak dikenal umum. Tapi proses infleksi mirip—walaupun tidak sama—dengan pemberian imbuhan pada kata dasar dalam bahasa kita. Kata dasar ‘buku’ dapat diubah dengan menambahkan imbuhan, sehingga menjadi kata kerja atau kata benda lain yang maknanya berbeda, misalnya pem-buku-an, per-buku-an, dan mem-buku-kan.
KBBI mendefinisikan infleksi sebagai: perubahan bentuk kata (dalam bahasa fleksi) yang menunjukkan berbagai hubungan gramatikal (seperti deklinasi nomina, pronomina, adjektiva, dan konjugasi verba). Pusing? Coba dibaca pelan-pelan; kita memang perlu mengenal berbagai istilah linguistik yang mungkin masih asing.
Pada intinya, infleksi mengubah kata dasar (yang belum memiliki makna gramatikal) sehingga menjadi kata-kata yang dapat digunakan di dalam suatu kalimat. Berbeda dengan bahasa Indonesia, kata dasar di dalam bahasa Sanskerta belum “matang”, sehingga perlu “dimasak” lebih lanjut (dipanaskan di atas api, ditambahkan bumbu-bumbu, dan sebagainya) sehingga bisa dihidangkan.
Persis demikian, kata-kata dasar di dalam bahasa Sanskerta perlu diolah melalui proses infleksi sebelum kata tersebut bisa dipakai di dalam kalimat. Kok ribet banget? Pada awalnya infleksi memang terkesan rumit, tapi ia memiliki fungsi yang sangat menarik. Bahasa yang highly inflected, seperti bahasa Sanskerta, terbebas dari urutan baku kata-kata, seperti S-P-O yang umum di dalam bahasa Indonesia.
“Saya makan buah,” misalnya, tidak sama artinya dengan “buah makan saya”, atau “makan buah saya”, dan seterusnya. Infleksi mengikat masing-masing kata pada perannya di dalam sebuah kalimat. Jika saya ingin mengatakan “saya makan buah”, maka strukturnya:
[saya] kt. benda, subyek, tungal — [makan] kt. kerja aktif, dilakukan orang pertama — [buah] kt. benda, obyek, tunggal.
Jika informasi mengenai fungsi, kedudukan, dan keterangan suatu kata (yang dicetak miring) dilekatkan pada kata-kata dasarnya (dicetak biru), maka posisi ketiga kata tersebut di dalam suatu kalimat dapat dibolak-balik tanpa mengubah pesan yang ingin disampaikan. Misalnya:
[buah] kt. benda, obyek, tunggal — [makan] kt. kerja aktif, dilakukan orang pertama — [saya] kt. benda, subyek, tungal.
Paham? Coba dibaca sekali lagi, perlahan-lahan.
Seperti contoh di atas, infleksi dapat dilakukan pada dua jenis kata: kata benda dan kata kerja.
Infleksi yang dikenakan pada kata benda disebut deklinasi. Sedangkan infleksi pada kata kerja disebut konjugasi. Beberapa bahasa di dunia, terutama dari rumpun bahasa Proto-Indo-Eropa (PIE) masih memiliki kedua jenis infleksi ini, pada berbagai tingkatan.
Kebanyakan bahasa-bahasa modern dari rumpun PIE kehilangan proses deklinasi, namun masih memiliki proses konjugasi kata kerja. Misalnya saja bahasa Inggris. Verba to be mengalami konjugasi apabila ditempatkan di dalam suatu kalimat, tergantung pada subyeknya: I am, you are, she/he/it is.
Deklinasi
Suatu kata benda bisa menyimpan beberapa informasi: 1) jumlah, 2) gender dan huruf akhirnya, dan 3) posisinya di dalam kalimat. OK, kita akan bahas satu per satu.
Pertama, jumlah. Dalam bahasa Indonesia, ketika menyebut ‘buku’ kita tahu bahwa jumlahnya satu. Sedangkan, bila kita menyebut ‘buku-buku’ maka sudah pasti jumlahnya lebih dari satu. Yang pertama disebut kata benda tunggal/singular, dan yang kedua disebut kata benda jamak.
Begitu pula dalam bahasa Inggris: book singular, sedangkan books jamak. Bahasa Sanskerta tidak hanya mengenal singular/tunggal dan plural/jamak, namun juga bentuk dual (sepasang). Istilah yang digunakan adalah: eka-vacanam (singular/tunggal), dvi-vacanam (dual), dan bahu-vacanam (plural/jamak).
Kedua, gender. Beberapa kata bahasa Indonesia yang diserap dari bahasa Sanskerta memiliki gender, misalnya siswa (laki-laki-laki) dan siswi (perempuan), suami dan istri. Sanskerta tidak hanya mengenal 2 gender (maskulin dan feminin), namun juga gender netral. Gender tidak selalu terkait dengan benda/orang yang dirujuknya, namun juga pada bunyi akhir kata tersebut.
Misalnya, nama Rāma merupakan nama laki-laki, namun Rāmā adalah nama perempuan. Ada ciri-ciri umum untuk menetukan apakah suatu kata dikategorikan maskulin, feminin, atau netral, namun ada saja pengecualiannya. Gender yang berbeda akan mengalami proses dekilnasi yang berbeda pula.
Ketiga, posisi di dalam kalimat (atau disebut kasus). Ada 7 ‘perihal/kasus’ utama kata benda di dalam kalimat:
- Nominatif, yaitu sebagai subyek. Contoh: Saya makan buah.
- Akusatif, yaitu sebagai obyek. Contoh: ‘buah’ dalam kalimat di atas.
- Instrumental, yaitu sebagai metode, cara, atau alat; biasanya disertai kata ‘dengan’ (by, with). Contoh: Saya makan buah dengan tangan.
- Datif, yaitu sebagai tujuan; biasanya disertai kata ‘untuk, supaya’. Contoh: Saya membeli buah untuk adik.
- Ablatif, yaitu sebagai asal; biasanya disertai kata ‘dari’. Contoh: Saya membawa buah dari pasar.
- Genitif, yaitu menunjukkan kepemilikan. Contoh: Buah itu milik Budi.
- Lokatif, yaitu menunjukkan tempat; biasanya disertai kata ‘di, ke’. Contoh: Saya makan buah di kebun.
Keseluruhan informasi di atas dilekatkan kepada kata benda dasar melalui proses deklinasi. Dengan demikian, setiap kata (di dalam kalimat) menjelaskan dirinya sendiri.
Konjugasi
Bagi yang sudah pernah belajar bahasa Inggris, Perancis, Jerman dan sebagainya, konjugasi (kata kerja) bukan sesuatu yang asing. Sama halnya dengan deklinasi, konjugasi melekatkan beberapa informasi mengenai: 1) apa yang sedang terjadi/aktivitas, 2) siapa pelakunya, 3) berapa jumlah pelakunya, 4) waktu (tenses) atau nuansa (mood) ketika itu terjadi, serta 5) apakah verba tersebut aktif atau pasif.
Semua kata kerja dasar di dalam bahasa Sanskerta berasal dari “elemen” dasar yang disebut dhātu. Ada lebih dari 2.000 dhātu yang menjelaskan berbagai aktivitas. Setiap dhātu masuk ke dalam satu (atau lebih) kelas kata kerja; masing-masing kelas memiliki bentuk konjugasi yang berbeda-beda.
Selain itu, masing-masing dhātu juga bisa menjadi aktif, dan/atau pasif, atau kedua-duanya. Kata kerja aktif disebut Parasmai-padam (sering disimbolkan P). Karta kerja pasif disebut Ātmane-padam (sering disimbolkan A). Dan kata dasar kerja yang bisa dikonjugasi menjadi keduanya, disebut Ubhaya-padam (disimbolkan U).
Ada 3 jenis pelaku: orang pertama (uttama-puruṣaḥ)—aku, kami, kita; orang kedua (madhyama-puruṣaḥ)—kamu, kalian; dan orang ketiga (prathama-puruṣaḥ)—dia, mereka. Pelakunya juga bisa terdiri dari satu orang (eka-vacanam), dua orang (dvi-vacanam), atau lebih dari dua orang (bahu-vacanam).
Dalam bahasa Sanskerta dikenal 10 jenis tenses dan moods:
- Simple present tense (laṭ-kāraḥ).
- Perfect past tense (liṭ-kāraḥ).
- First future tense (luṭ-kāraḥ).
- Second future tense (lṛṭ-kāraḥ).
- Imperative mood (loṭ-kāraḥ).
- Simple past tense (laṅ-kāraḥ).
- Potential mood (adhiliṅ-kāraḥ).
- Benedictive mood (āśīrliṅ-kāraḥ).
- General past tense (luṅ-kāraḥ).
- Conditional mood (lṛṅ-kāraḥ).
Masing-masing maknanya akan dibahas secara terpisah karena memerlukan penjelasan yang cukup banyak.
Sekilas, infleksi nampak sangat kompleks dan banyak yang harus dihapalkan. Betul. Tapi di era gadget dan internet ini, kita bisa menggunakan situs-situs tertentu untuk membantu kita melakukan deklinasi maupun konjugasi, asalkan kita paham betul bentuk kata dasarnya.
Sekian dulu. Kita lanjutkan dengan pembahasan berikutnya di lain waktu.
Ānandam!