Mantra Tryambaka (dimulai dengan kata ‘tryambakam’)—disebut juga sebagai Mahā-Mṛtyuñjaya Mantram—merupakan salah satu mantra Veda yang dikenal luas. Mantra ini diucapkan untuk menaklukkan mṛtyu yaitu kematian atau kesadaran rendah, dan mengantar kepada keabadian atau kesadaran Jiwa. Mantra ini bisa dijumpai di dalam Rig Veda 7.59.12, Yajur Veda 3.60, dan Atharva Veda 14.1.17 dan ditujukan kepada Sang Hyang Tryambaka yang memiliki tiga (tri) mata (ambaka), yaitu nama lain Sang Hyang Rudra. Di kemudian hari, pada masa Puraṇa, Sang Hyang Rudra lebih dikenal sebagai Sang Hyang Shiwa.
Aitareya Brāhmaṇa mengisahkan Sang Hyang Rudra muncul dari gabungan amarah para dewa ketika mereka berusaha menghentikan upaya Prajāpati mengawini putrinya (baca: ciptaannya) sendiri, Ushā. Singkat cerita, Hyang Rudra berhasil menusuk dan melukai Prajāpati. Namun, hal ini malah membuat para dewa tersadar bahwa apa yang mereka anggap sebagai perbuatan amoral tersebut sesungguhnya adalah bagian dari proses penciptaan. Penciptaan terjadi melalui serangkaian proses berantai, elemen-elemen dasar “bersenggama” membentuk elemen baru, dan begitu seterusnya alam semesta berubah dari sederhana menjadi semakin kompleks.
Legenda ini mungkin ingin menjelaskan fenomena alam yang berkebalikan dari gerak penciptaan, yaitu peleburan/pemusnahan. Penciptaan tidak takterbatas. Ada kekuatan alam yang berkebalikan: chaos, ketidak-teraturan. Kekuatan inilah yang menurut saya digambarkan sebagai Sang Hyang Rudra. Ia digambarkan mengerikan—sebagaimana kebanyakan orang memandang kematian, bencana, perpisahan, dan sebagainya—dan sangat perkasa. Ia digambarkan sebagai sosok yang gelap—kita tidak pernah tahu pasti kapan hal-hal di atas datang menghampiri (di dalam Veda, Hyang Rudra bersenjatakan panah yang bisa mengenai kita tanpa tahu siapa/kapan dilepaskan). Manusia, dengan segenap daya, mencoba menghindarinya. Hal ini digambarkan dengan Hyang Rudra yang kerap tidak ikut diundang dalam ritual-keagamaan kebanyakan orang. Mereka lebih memilih mengundang hal-hal yang menyenangkan: kesejahteraan, kehidupan, ilmu pengetahuan, dan seterusnya.
Hyang Rudra juga sering dikaitkan dengan angin topan-badai. Veda menyebut ada 11 Rudra di antarikṣa. Elemen angin terkait dengan prāṇa atau aliran kehidupan, napas yang menghidupkan dan menghubungkan lapisan fisik (tubuh) dan lapisan mental-emosional (manas). Ia juga vāta yang membuat kita bisa bergerak sekaligus juga membuat kita menua. Ialah yang menghidupkan dan mematikan. Keduanya ini takterpisahkan. Oleh karena itu Sang Hyang Rudra kemudian diasosiasikan dengan proses transformasi (kematian yang lama dan kelahiran yang baru). Seperti emas yang perlu melalui proses pemurnian—proses yang tidak menyenangkan, tetapi dibutuhkan.
Sang Hyang Rudra juga digambarkan selalu membawa kantung berisi obat-obatan yang diperolehnya di pegunungan dan hutan-hutan. Bahkan Rig Veda 2.33.2, 4 menyebutnya sebagai vaidyanātha yaitu penguasa para penyembuh, dokter sekaligus dukun dan praktisi ilmu hitam. Oleh karena itulah, Sang Hyang Rudra juga dipuja untuk memperoleh perlindungan dari mereka. Para dewa juga membutuhkan Hyang Rudra untuk mengalahkan Vṛtra. Hal ini mengingatkan kita bahwa tidak jarang kekerasan, pembedahan, perang, bencana, kematian dibutuhkan untuk menjamin berlangsungnya kehidupan. Saat para dewa tidak berdaya mengalahkan Vṛtra dan terluka oleh panah-panahnya, mereka melantunkan mantra Tryambaka kepada Hyang Rudra (Rig Veda 7.59.12):
ॐ त्र्य॑म्बकं यजामहे सु॒गन्धिं॑ पुष्टि॒वर्ध॑नम् ।
उ॒र्वा॒रु॒कमि॑व॒ बन्ध॑नान् मृ॒त्योर्मुक्षीय॒ मा ऽमृता॑त् ।।
oṁ tryambakaṃ yajāmahe sugandhiṃ puṣṭivardhanam,
urvārukamiva bandhanān mṛtyormukṣīya mā’mṛtāt.
Arti:
tryambakam yajāmahe = kami memuja Tryambaka (Ia yang memiliki tiga mata, tri-ambaka);
su-gandhim = (Ia yang) harum, wangi;
puṣṭi-vardhanam = (Ia yang) memberikan kesejahteraan atau kebahagiaan (puṣṭi) yang melimpah dan terus berkembang (vardhana);
urvārukam iva = seperti mentimun (urvāruka adalah sejenis mentimun yang ketika buahnya matang terlepas sendiri dari tangkainya);
bandhanāt = terlepas dari tangkainya;
mukṣīya = bebaskanlah aku;
mṛtyoḥ = dari kematian/kesadaran badan yang lebih rendah;
mā amṛtāt = bukan (mā) dari keabadian/kesadaran Jiwa yang lebih tinggi.
Kami memuja Engkau,
Sang Hyang Rudra, Shiwa,
yang memiliki tiga mata
—yang bisa melihat masa lalu, kini, dan nanti,
serta ketiga alam…
Engkau penuh dengan
wewangian yang menarik hati,
Engkaulah pemberi kesejahteraan, kebahagiaan
yang tiada habisnya dan selalu bertambah…
Bebaskanlah aku dari kefanaan,
sebagaimana mentimun masak
terlepas sendiri dari tangkainya,
lepaskanlah aku dari kefanaan
bukan dari keabadian.
Oṁ Śāntiḥ, Śāntiḥ, Śāntiḥ
Semoga Damai, Damai, Damai.