Nasadiya Sukta merupakan salah satu sukta yang misterius di dalam Rig Veda—teks tertua umat manusia yang masih dilantunkan hingga sekarang. Nama ‘nasadiya’ diambil dari kata pertama-nya: na-asat atau nāsat. Sukta ini merupakan sukta ke-129 di dalam mandala ke-10 Rig Veda, berisi tujuh mantra, semuanya dalam jenis tembang triṣṭubh, di-“terima” oleh Resi Parameṣṭhī Prajāpati. Yang menarik, Dewata sukta ini adalah Bhāvavṛtta, yang secara harfiah berarti: terkait dengan penciptaan atau kosmologi. Nama ini juga merupakan sebutan bagi Brahman.
Rig Veda mandala ke-10 merupakan mandala yang relatif muda dibandingkan dengan mandala-mandala lainnya—meskipun umurnya sudah lebih dari 3.500 tahun. Kandungan di dalam sukta ini sangat menarik sehingga Carl Sagan (1934–1996), seorang astronom Amerika Serikat dan tokoh yang mempopulerkan sains, mengutip sukta ini di dalam salah satu videonya—silakan klik gambar (durasi video 15 menit):
Sejak lama manusia bertanya-tanya: Bagaimana proses penciptaan terjadi? Siapa atau apa yang pada awalnya memicu penciptaan? Adakah yang mencipta? Jika ya, lalu siapa yang menciptakan sang pencipta? Saya menyukai sukta ini karena pertama, ia tidak menyuguhkan “titik”, tapi “tanda tanya”—ia tidak menuntut kita mengimani suatu dogma. Sukta ini open-ended, ia memberi ruang bagi pemahaman baru bahkan lewat sains. Sang resi tidak merasa perlu menutupi bahwa ada hal-hal yang tidak bisa atau sulit diungkapkan. Kedua, makna sukta ini bukan hanya bentuk pencarian ke luar, namun juga sekaligus ke dalam. Kedua proses itu tidak eksklusif satu sama lain, bahkan saling melengkapi. Dewata yang ada di luar sana, ternyata ada di dalam diri juga.
Oke, sekarang kita akan bahas isinya, bait demi bait. Saran saya, jangan membaca dengan tergesa-gesa. Nikmati setiap baitnya. Dan, bacalah beberapa kali, lalu renungkan maknanya untuk Anda. Tulisan ini saya buat terbuka—maksudnya saya akan terus memperbarui isinya jika saya rasa perlu tambahan atau perbaikan, atau jika saya menemukan pemahaman baru.
Apakah isi Nasadiya Sukta sejalan dengan pemahaman kosmologi modern? Silakan nilai sendiri. Namun saya pribadi lebih memilih memandangnya dari sisi spiritual—yang merupakan tema sentral Veda. Mungkin benar yang dikatakan Veda bahwa apa yang terjadi di luar (makrokosmos), adalah cerminan yang terjadi di di dalam diri (mikrokosmos): yat piṇḍe tad brahmāṇḍe. Semoga bermanfaat!

Hariḥ Oṁ
nāsad āsīn no sad āsīt tadānīṁ nāsīd rajo no vyomā paro yat |
kim āvarīvaḥ kuha kasya śarmann ambhaḥ kim āsīd gahanaṁ gabhīram || 10.129.01
tadānīm = ketika itu;
Kata ini sering diartikan sebagai momen sebelum vi-sṛṣṭi yang disebutkan pada mantra terakhir (6 dan 7), yaitu momen sebelum penciptaan. Namun mantra ini bisa juga dilihat dari sudut pandang spiritual, yaitu pengalaman sang resi dalam memahami Jiwa atau Sang Diri Sejati. Ini adalah inti diri yang …
asat na-āsīt = tidak ada ketidak-sat-an, keti-ada-an;
Sat bisa diterjemahkan sebagai: keadaan, keberadaan, kejadian, realitas, makhluk (hidup dan tidak hidup), ciptaan, hingga kebaikan yang sejalan dengan kebenaran.
sat no-āsīt = tidak ada pula ke-sat-an, keber-ada-an;
Kata no berarti ‘tidak pula’, yang berasal dari na (tidak, bukan) + u (atau, pula).
rajaḥ na-āsīt = tidak ada rajas;
Kata rajas di sini terkait dengan langit. Kata ini awalnya berarti partikel-partikel kecil di udara yang membiaskan warna-warni sehingga kita bisa “melihat” langit. Akar kata rajas, yaitu rañj, memiliki makna mewarnai, memberi rupa.
yat no vyomā paraḥ = tidak ada vyoman yang melampaui atau lebih tinggi lagi;
Kata vyoman merujuk pada ruang, angkasa, antariksa yang ada “di atas”, melampaui langit. Kata ini bisa digunakan untuk menggambarkan keseluruhan semesta raya.
kim āvarīvaḥ = apa yang meliputi, membungkus, mengandung?;
Kata āvarīvas berasal dari akar kata vṛ (kelas 10) yang berarti meliputi, membungkus (āvaraṇa), di samping makna-makna lainnya.
kuha = di mana?; kasya śarman = dalam perlindungan (si-)apa?; kim ambhaḥ gahanam gabhīram āsīt = apakah ada ambhas yang dalam dan misterius?
Kata ambhas sering diartikan sebagai air atau suara (kosmis), yang pasti bukan air atau suara yang kita kenal secara umum karena sebagaimana dijelaskan di awal, ketika itu tidak ada keberadaan, benda, dan seterusnya. Akar katanya, ambh, berarti bergetar, bersuara, bergerak.
na mṛtyur āsīd amṛtaṁ na tarhi na rātryā ahna āsīt praketaḥ |
ānīd avātaṁ svadhayā tad ekaṁ tasmād dhānyan na paraḥ kiṁ canāsa || 10.129.02
tarhi, mṛtyuḥ na-āsīt = saat itu tidak ada kematian; amṛtam na(-āsīt) = tidak (ada pula) keabadian;
Bait ini bisa dimaknai begitu saja seperti di atas, namun setelah saya renungkan mṛtyu dan amṛta, ‘kematian/ketidakabadian’ dan ‘keabadian/kelanggengan’ ada karena konsep waktu. Jika mantra pertama di atas menyinggung tentang konsep ruang, maka di dalam mantra ini terkait dengan konsep waktu.
praketaḥ rātryāḥ ahnaḥ na-āsīt = tiada perwujudan/penampakan/pemahaman yang berasal dari malam-siang atau gelap-terang;
Berada di kedalaman jiwa (atau awal mula penciptaan, sebagaimana pada tafsir yang lain), di sana, saat itu, tidak ada dualitas yang menjadi akar dari cit, yaitu benih pikiran—kata pra-keta berakar dari cit ini. Pikiran berdiri di atas dualitas yang digambarkan berasal dari rātri (malam) dan ahna/ahan (siang)—kedua kata ini jika dikupas lebih lanjut memiliki makna-makna lain yang lebih dalam lagi.
tat ekam = yang tunggal itu; ānīt svadhayā = ia “hidup” dengan kekuatannya sendiri; avātam = tanpa napas;
Sang resi menyebut entitas tunggal sebelum penciptaan terjadi dengan kata tat, itu (‘that’ dalam bahasa Inggris). Perhatikan bahwa sang resi tidak menyebutnya Tuhan atau yang semacam itu, tapi cukup tat. Selain itu, tat, tiada yang kedua, ketiga, dann seterusnya; ia ada dengan sendirinya, yang tidak perlu napas untuk “hidup”, seperti kita.
tasmāt ha anyat paraḥ kim cana na-āsa= sungguh-sungguh, tiada sesuatu pun yang lain, yang lebih (tinggi) lagi darinya atau yang melampauinya.
tama āsīt tamasā gūḻham agre ‘praketaṁ salilaṁ sarvam ā idam |
tucchyenābhv apihitaṁ yad āsīt tapasas tan mahinājāyataikam || 10.129.03
tamaḥ tamasā gūḷham agre āsīt = mula-mula yang ada adalah kegelapan yang terselubungi oleh kegelapan;
apraketam salilam sarvam āḥ idam = semua ini adalah salila yang tiada berwujud;
Kata salila berarti sesuatu yang mengalir, bergejolak, berfluktuasi. (Lagi-lagi) air bisa disebut salila, tapi dalam konteks ini tidak bisa diterjemahkan demikian karena alasan yang sudah dibahas sebelumnya.
yat tuchyena ābhu apihitam āsīt = yaitu kehampaan yang diselubungi kekosongan;
Kata tuchya di sini menarik. Asalnya, tucha, berarti sangat kecil sekali. Ada tapi tiada. Seperti nol.
tat ekam mahinā tapasaḥ ajāyata = (kemudian) yang tunggal itu bermanifestasi melalui energi yang sangat dahsyat.
Kata tapas biasa diartikan sebagai panas, kehangatan. Di sini saya menggunakan kata energi karena lebih tepat.
kāmas tad agre sam avartatādhi manaso retaḥ prathamaṁ yad āsīt |
sato bandhum asati nir avindan hṛdi pratīṣyā kavayo manīṣā || 10.129.04
kāmaḥ tat agre sam-avartata = pada permulaannya, kehendak (kāma) serta-merta menjadi mungkin;
Mantra ini sangat menarik. Walau, jujur saja, saya belum sepenuhnya memahami apa yang ingin disampaikan di sini. Berdasarkan pemahaman saya yang terbatas ini, saya memaknai bahwa proses penciptaan dimulai dari sesuatu yang halus yaitu pikiran (disebutkan pada bait selanjutnya) yang memungkinkan kāma, yaitu kehendak atau keinginan (yang mungkin tidak 100% sama dengan yang kita, manusia, pahami). Dari sinilah kemudian, retas atau benih-aktif mulai menyebar dan berproses.
yat retaḥ prathamam manasaḥ adhi-āsīt = yang merupakan retas pertama yang muncul-keluar dari pikiran;
Kata retas bisa bermakna sebagai hasil ciptaan sekaligus benih yang kemudian menghasilkan hal-hal yang lain. Di dalam filosofi Sankhya yang berkembang kemudian, proses penciptaan digambarkan dengan munculnya puruṣa (materi non-benda) dan prakṛti (materi kebendaan) dari yang tunggal. Semesta dengan segala keberagaman isinya adalah perpaduan, “pembuahan” keduanya.
bandhum sataḥ asati niḥ-avindan = hubungan antara keberadaan (sat) dengan ketiadaan (asat) ini dipahami;
hṛdi prati-īṣyā kavayaḥ manīṣā = (pemahaman ini) dinanti-nantikan muncul di dalam inti batin para bijak.
tiraścīno vitato raśmir eṣām adhaḥ svid āsīd upari svid āsīt |
retodhā āsan mahimāna āsan svadhā avastāt prayatiḥ parastāt || 10.129.05
tiraścīnaḥ vi-tataḥ raśmiḥ eṣām = raśmi muncul melintas (horizontal), dan meluas;
Kata raśmi memiliki beberapa makna di dalam kamus, yaitu ‘utas, tali, cambuk atau sinar’. Jika dikaitkan dengan mantra sebelumnya kata ini saya artikan sebagai rantai rangkaian proses yang terjadi ketika benih (retas) pikiran berkembang menjadi berbagai hal—dari yang abstrak hingga ke yang berwujud.
adhaḥ svit āsīt upari svit āsīt = demikian pula ke atas maupun ke bawah;
retaḥ-dhāḥ āsan= (yang dihasilkan dari) sumber-sumber penghasil retas; mahimānaḥ āsan = (yang) sangat perkasa, kuat;
svadhā avastāt pra-yatiḥ parastāt = dengan kekuatannya sendiri (ia) berkeinginan (menyebar) ke dalam/bawah dan ke luar lebih jauh lagi.
ko addhā veda ka iha pra vocat kuta ājātā kuta iyaṁ visṛṣṭiḥ |
arvāg devā asya visarjanenāthā ko veda yata ābabhūva || 10.129.06
kaḥ addhā veda = siapa yang tahu dengan pasti?
kaḥ iha pra-vocat = siapa di sini yang bisa menjelaskan?
kutaḥ ā-jātā, kutaḥ iyam vi-sṛṣṭiḥ = bilamana (ia) muncul, bagaimana terciptanya?
arvāk devāḥ asya vi-sarjanena = para Dewa ada belakangan, lahir melalui proses penciptaan ini;
Para Dewa di sini bisa bermakna kekuatan-kekuatan alam, atau bahkan manusia yang memiliki kecerdasan dan pengetahuan luas. Berbeda dengan pemahaman awam di Indonesia, istilah deva memiliki makna yang luas—tidak hanya berarti sesembahan tertentu.
atha kaḥ veda yataḥ ā-babhūva = lalu, siapa yang tahu dari mana asal/muncul-nya?
iyaṁ visṛṣṭir yata ābabhūva yadi vā dadhe yadi vā na |
yo asyādhyakṣaḥ parame vyoman so aṅga veda yadi vā na veda || 10.129.07
iyam vi-sṛṣṭiḥ yataḥ ā-babhūva = penciptaan ini, dari mana munculnya;
yadi vā dadhe yadi vā na = apakah ia yang menciptakannya atau tidak;
yaḥ asya adhyakṣaḥ parame vyoman = (ia) yang menyaksikannya pada vyoman tertinggi;
saḥ aṅga veda yadi vā na veda = ia, sungguh-sugguh tahu, atau mugkin juga (ia) tidak tahu.
Oṁ Śāntiḥ Śāntiḥ Śāntiḥ
2 responses to “Nasadiya Sukta: Merenungkan Penciptaan”
Matur suksma sudah membahas Nasadiya Sukta Rg Veda.
Penjelasannya membantu tyang untuk lebih memahami sukta-sukta tersebut dalam bahasa Indonesia.
LikeLike
Sama-sama 🙏🏽
LikeLike