Hariḥ Oṁ,
Mantra pertama Rig Veda (1.1.1) berbunyi:
ॐ
Agnim īḷe purohitaṃ yajñasya devam ṛtvijam |
hotāraṃ ratnadhātamam ||
Rig Veda—kitab suci tertua peradaban Hindu/Sindhu/Indus/Indo—dibuka dengan mantra Resi Madhucchadā yang ditujukan kepada Agni Devatā. Siapakah Agni ini? Kalau kita membuka kamus bahasa Sanskerta, kita akan melihat agni diartikan sebagai api, geni, utamanya api yang digunakan dalam upacara persembahan. Ada pula yang mengatakan bahwa Agni adalah Dewa Api yang kadang dipersonifikasikan seperti gambar di bawah ini:
Pemahaman dan penggambaran demikian berkembang belakangan—jauh setelah kitab-kitab Veda selesai dihimpun. Rig Veda sendiri mengatakan bahwa Sat—realitas dasar jagat raya yang tidak pernah berubah, yang merupakan sumber dan tujuan akhir segalanya ini—adalah tunggal, namun para Vipra (para bijak, resi) menyebutnya dengan berbagai nama: Indra, Mitra, Varuna, Agni, dan sebagainya (RV 1.164.46). Dalam bahasa kita Sat mungkin bisa disebut Tuhan—walaupun konsep ketuhanan di dalam Veda tidak sepenuhnya sama dengan konsep-konsep ketuhanan yang lain.
Sat inilah yang coba “dialami” oleh para resi lewat upaya-upaya peningkatan/perluasan kesadaran—dari kesadaran rendah yang melihat semesta raya termasuk diri sendiri sebagai hanya materi kebendaan yang terus mengalami perubahan, lahir, hidup, lalu mati, ke kesadaran bahwa semua ini sejatinya adalah Dia semata. Dia ada di dalam dan di luar diri kita, Dialah Aku yang sejati dan tidak pernah mati. Tat tvam asi, Itulah engkau! Perjalanan mengalami-Nya adalah perjalaan ke dalam diri.
Agni berasal dari akar kata ‘ag’ yang berarti bergerak naik, meliuk-liuk terus-menerus. Oleh karena itu, api bisa disebut agni karena memiliki sifat demikian. Sat, Tuhan juga disebut Agni karena memiliki kekuasaan untuk terus menaikkan kesadaran kita, dari kesadaran yang lebih rendah ke kesadaran yang lebih tinggi. Seperti api, Ia mentransformasi segala yang diberikan kepadannya—seperti bahan metah menjadi makanan yang lebih bergizi dan mudah dicerna tubuh. Api juga digunakan untuk memurnikan logam. Maka tidak heran para resi meyimbolkan-Nya sebagai Sang Api Agung.
Mantra pertama ini merupakan kunci untuk memahami Veda. Untuk bisa masuk, kita perlu melalui Agni, kita perlu metransformasi diri terlebih dahulu. Kekotoran kita perlu dibersihkan dan dibakar habis melalui Agni. Api juga tersimpan di dalam benda-benda, misalnya dua batang kayu yang bila digesek-gesekkan dengan cara yang benar bisa memunculkan api. Sat, Tuhan pun demikian. Ia merupakan relitas dasar alam semesta ini yang tidak kasat mata, tidak mudah dipahami. Namun, lewat Yoga dan berbagai upaya meniti ke dalam diri, Ia bisa disadari dan dialami.
Ada satu kata kerja di dalam mantra ini: īḷe, dari akar kata īḍ yang berarti meminta, memohon, atau memuja. Īḷe berarti aku meminta, memohon kepada, atau memuja Agni. Sisanya, Resi Madhucchandā menjelaskan siapa Agni:
- purohitam, terdiri dari puraḥ + hita, artinya ia yang diletakkan mula-mula, di muka, di depan, di hadapan;
- yajñasya devam artinya Devatā yang dipuja dalam suatu yajña atau ritual persembahan;
- ṛtvijam berarti mempersembahkan pada saat yang tepat (right, Ing), dan menjadi nama salah satu pemangku dalam upacara;
- hotāram adalah pendeta yang memimpin upacara, yang melantunkan mantra-mantra dan menuangkan persembahan; dan
- ratnadhātamam berarti pemberi kekayaan (materi maupun spiritual, ratna) yang utama.
Bayangkan suatu upacara persembahan. Di sana ada pendeta yang memimpin upacara, ada peserta upacara yang memohon berkah, ada bahan-bahan yang dipersembahkan ke dalam api suci, dan ada pula Devatā yang sedang dipuja:
Mantra ini mengatakan bahwa api suci itu adalah Agni, upacara/ritual yang dilakukan juga adalah Agni, pendeta pemimpin upacara itu adalah Agni, yang mempersembahkan biji-bijian, rempah-rempah, dan minyak ke dalam api suci juga adalah Agni, Agni pula Devatā yang dituju, dan Agni-lah yang memberikan hasil upacara tersebut. Saya teringat sloka 4.24 di dalam Bhagavad Gītā yang menjelaskan hal yang sama:
Brahmārpaṇaṁ brahma havir
brahmāgnau brahmaṇā hutam,
brahmaiva tena gantavyaṁ
brahma-karma-samādhinā.
Persembahan adalah Brahman—Gusti Pangeran, Sang Jiwa Agung, Tuhan Yang Maha Esa; tindakan mempersembahkan pun Dia; dan Dia pula yang mempersembahkan kepada Api Hyang Menyucikan, yang adalah Dia juga. Demikian, seseorang yang melihat-Nya dalam setiap perbuatan, niscaya mencapai-Nya.
(terjemahan Swami Anand Krishna, 2014.)
Perjalanan ke dalam diri adalah perjalanan oleh Dia, dari Dia menuju Dia. Segala sesuatu di alam semesta ini adalah Dia, Dia, Dia. Ke-aku-anku sebenarnya hanyalah ilusi yang harus dilampaui. Walaupun demikian, perjalanan ini harus dilakoni. Upaya kita harus diwarnai kesadaran bahwa segala sesuatu yang kita lakukan adalah persembahan kepada-Nya—termasuk pekerjaan yang kita lakukan sehari-hari. Awalnya ada aku dan Gusti, lama-kelamaan terjadilah manunggaling kawula-Gusti.
Agni,
…’ku puja!
Yang menyala-nyala,
Devatā pemuka dalam setiap upaya,
Ialah persembahan ini.
Ialah penuang persembahan,
Ia pula sang pemberi anugerah utama!
Dari mantra ini pula kita bisa menarik pelajaran bahwa dalam setiap upaya, terutama yang terkait dengan perjalanan spiritual ke dalam diri, pertama-tama kita perlu menyalakan ‘api’ disiplin, keinginan yang kuat (will power), ‘api’ yang akan mentransformasi kebiasaan-kebiasaan yang tidak lagi menunjang perkembagan jiwa menjadi sesuatu yang lebih berharga. Yajna (persembahan dan tindakan) ini hendaknya dilakukan dengan benar dan tepat.
Oṃ Śāntiḥ Śāntiḥ Śāntiḥ